Aji Teguh Prihatno
Riyadh
Keadilan merupakan hal yang teramat penting dalam setiap sendi peradaban
Manusia, tanpa adanya keadilan, dapat dipastikan terciptanya kehidupan
yang pincang dan melahirkan adanya diskriminasi. [1]
Ketika kita berbicara Keadilan dalam Hukum, dalam Perspektif Islam,
salah satu makna Keadilan adalah Sama, yaitu Sama memutuskan Hukum
kepada semua orang tanpa terkecuali.
Dalam Quran Surah An Nisaa’: 58 Allah Ta’ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."
Kita semua, apalagi para penegak Hukum, harus berbuat adil meski orang yang bersangkutan adalah karib kerabat sendiri :
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat[mu]). QS Al An’Am 152. [2]
Aristoteles, dalam karyanya Rhetorica, ia menjadikan Keadilan Hukum
sebagai tujuan hukum itu sendiri, “Tujuan hukum menghendaki semata-mata
dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang
dikatakan adil dan apa yang tidak adil”. [3]
Dari perspektif lain, Gustav Radbruch menjadikan Keadilan Hukum sebagai
prioritas Utama dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan Hukum ketika
berbenturan dua azas lainnya, yaitu Kemanfaatan Hukum dan Kepastian
Hukum. [4]
Beberapa bulan ini Suhu Politik dan Hukum Indonesia memanas dengan kasus
tersangkanya Luthfi Hasan Ishaq (LHI), mantan Presiden PKS dalam kasus
suap impor daging yang kemudian dikenakan TPPU, Anas Urbaningrum (AU),
mantan Ketum PD dalam kasus Korupsi Hambalang [5], serta Andi
Malarangeng (AM), mantan Menpora yang juga terkena kasus Korupsi
Hambalang) [6].
Secara kasat mata, baik yang pakar ataupun yang awam hukum, akan
didapati perbedaan sikap KPK selaku Lembaga Penegak Hukum kepada
ketiganya (LHI,AU,AM) dan juga kepada Pejabat lain.
La Ode Ida, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berkata, “Terhadap
politisi PKS, terkesan KPK dan media sengaja mempermalukan para
pelakunya. Kepada kedua politisi PKS itu, KPK tak ada kompromi lagi.
Mereka langsung ditahan”. Laode pun menunjuk acara Pagi Bersama Anas
Urbandingrum di sebuah stasiun televisi swasta pada tayangan Jumat pagi
tadi, terkesan menokohkan terduga koruptor dengan latar belakang rumah
dan harta mewah. [7]
KPK sangat berani memeriksa Ketua Majelis Syuro PKS, memeriksa Presiden
PKS, tapi sama sekali tidak berani untuk memeriksa Boediono, apakah
karena beliau menjabat sebagai Wakil Presiden RI ? kita dapati statement
dari Hidayat Nur wahid melalui inilah.com “Sangat disayangkan jika KPK
berantas korupsi dipolitis. Kalau mengenai janjinya, kenapa KPK ragu
menindak Boediono yang selama ini diduga terlibat,” [8]
Selain tidak berani memeriksa Boediono, KPK begitu ‘memanjakan’ Sri
Mulyani hingga bela belain pergi ke Amerika untuk memeriksa Sri Mulyani,
tapi kemudian KPK tidak mau “mengumbar” hasil pemeriksaan kepada Sri
Mulyani dengan dalih bukan konsumsi publik. tapi kenapa kasus LHI KPK
begitu mengumbar semuanya? baik yang “dirasa berhubungan” ataupun yang
TIDAK berhubungan sama sekali? [9]
Pengacara LHI juga mempertanyakan ketidakadilan dari KPK “Contohnya
salah satu menteri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak awal,
namun hingga kini belum dilakukan penahanan. Saya wajar bertanya. Ini
digerebek, diambil terus ga boleh pulang. [10]
Tidak hanya Pengacara LHI yang mempertanyakan ketidakadilan dari KPK,
Pengamat Hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta juga
mempertanyakan hal yang senada. Ia mengatakan, dalam proses hukum itu
semua orang harus sama perlakuannya. Tak perduli apakah seseorang
tersebut orang biasa atau orang yang dekat dengan penguasa
sekalipun.”Ada dua keadilan disini, kalau keadilan substantifnya itu ada
di pengadilan. Kalau orang berbuat salah hukumannya berapa tahun, itu
disebut keadilan substantif. Tapi kalau prosesnya, itu yang disebut
keadilan prosedural. Keadilan itu harus obyektif dan bisa diuji oleh
siapa saja dengan hasil yang sama,” ujarnya ketika dihubungi Sindonews”.
[11]
Perlakuan KPK terhadap Ahmad Fathanah teramat berlebihan, semua
transaksi semenjak 9 tahun lalu (tahun 2004) dibeberkan, tak peduli
apakah uang AF halal atau haram. Kenapa tidak pada kasus yang lain?.
Kenapa pula hanya diarahkan kepada kaum perempuan saja? Menurut
informasi dari KPK yang di-release situs tribunnews, hanya transaksi
nomor 34 yang menyudutkan PKS tanpa pencantumkan tanggal transaksi. [12]
Tak ketingalan pula penilaian dari pengamat hukum dengan pertanyaan,
“Saat menyidik kasus suap impor daging sapi yang menyeret PKS, KPK
begitu menggelegar. Kata anak sekarang, cetar membahana. Namun untuk
korupsi Hambalang, KPK terlihat sunyi senyap. Ini ada apa? Aneh sekali,”
tutur pengamat hukum Margarito Kamis, kepada INILAH.COM [13]
Di sisi lain, kasus-kasus yang telah menyeret nama-nama besar dengan
status yang sama tersangka, tidak ditahan dan tidak “dicolek” sampai
saat ini, inilah mati suri-nya keadilan bagi penegak Hukum bernama
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga yang teramat disanjung dan dielu-elukan sebagai Harapan baru
masyarakat yang belum mampu dan belum berani menegakkan Keadilan Hukum
yang seutuhnya.
Tepat sekali apa yang dikatan Fahri Hamzah dalam salah satu tweet nya tertanggal 23 May 2013 :
“Lalu hukumnya mana? Keadilannya mana? Equality before the law mana? Mana filsafatnya? Kita manusia atau mesin?” [13]
Kita harus mendukung lembaga yang bertugas memerangi korupsi di Negeri
ini, tapi kita juga sebagai publik harus mengkritisi bila terjadi
ketidakadilan dalam proses penegakan hukum itu sendiri.
Sebelum benar-benar mati sebuah Keadilan Hukum, KPK harus berani
menegakkan Keadilan dalam setiap proses Pemberantasan Korupsi, tanpa
intervensi dari siapapun.
*penulis: @BungAji on twitter
0 comments:
Posting Komentar