Sade merupakan nama perkampungan warga suku sasak yang masih menampilkan
ciri khas suku Sasak secara langsung, yang paling terlihat adalah
penggunaan rumah adat Sasak sebagai rumah seluruh warga di sini.
Terletak di kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, perkampungan ini
dihuni oleh +- 750 jiwa. Sade sangat mudah untuk dikunjungi. Dari
Bandara Internasional Lombok, dengan menggunakan kendaraan pribadi hanya
membutuhkan waktu antara 15-20 menit ke arah timur Bandara. Dari
Mataram, hanya memakan waktu tempuh kurang lebih satu jam dengan
berkendara melalui jalur utama menuju pantai Kuta dan Tanjung Ann.
Sebagai tambahan informasi, bagi Anda yang akan berkunjung ke Pantai
Kuta atau Pantai Tanjung Ann, Anda akan melewati Sade terlebih dahulu
sebelum sampai di pantai tersebut.
Tiba di depan perkampungan, Anda akan langsung disambut pemandu wisata yang merupakan warga asli Sade.
Pemandu di sini bukanlah pemandu berbayar alias gratis. Anda akan langsung diajak masuk ke perkampungan, tapi di depan gerbang Anda perlu
mengisi buku tamu dan memasukkan uang donasi seikhlasnya
untuk pengembangan dan pelestarian kampung. Pemandu tadi akan membawa
Anda berkeliling kampung, melihat rumah-rumah adat di sana, melihat
proses penenunan kain songket khas sasak atau yang disebut proses
Nyesek, dan bahkan membawa Anda yang ingin berbelanja oleh-oleh kepada penjual yang ada di dalam perkampungan.
Oke, kita mulai melangkah ke dalam perkampungan. Sepanjang jalan yang
dilalui adalah celah antara rumah-rumah adat masyarakat di sini.
Sebagian besar masyarakat memanfaatkan pekarangan depan rumahnya untuk
berjualan souvenir khas Sasak. Sangat membantu para wisatawan yang ingin
membeli buah tangan dari sini karena banyaknya variasi yang dapat
dipilih. Paling awal kita akan berkenalan dengan rumah adat yang disebut
sebagai
Bale Tani. Bale Tani merupakan rumah tinggal bagi
masyarakat di sini, terdiri dari dua lantai, berdindingkan anyaman
bambu, beratap alang-alang, dan berlantai campuran tanah dengan kotoran
kerbau/sapi.
|
Jejeran Bale Tani Sade | Image by: Fazword |
Kita bahas satu-persatu. Lantai pertama disebut juga Bale Luar adalah
lantai rumah yang digunakan untuk menyambut tamu, atau bagian rumah
paling depan. Sedangkan lantai atas/dua disebut juga Bale Dalam adalah
tempat tidur anak perempuan dan juga dapur, dimana di sini terdapat dua
kamar. Lantai yang terbuat dari campuran tanah liat dengan kotoran
sapi/kerbau, mungkin gambaran awal kita adalah kotor ataupun jorok.
Tapi, tunggu dulu karena kotoran sapi yang telah dicampur tanah ini
tidaklah berbau, bahkan berfungsi sebagai pengganti semen yang dapat
menimbulkan hawa hangat dalam rumah. Lantai ini haruslah selalu diganti
atau diperbaharui secara berkala untuk menjaga kondisinya bagus. Atap
rumah yang terbuat dari alang-alang tidaklah menjadikan rumah ini bocor
ketika hujan, bahkan menurut guide yang menemani saya dan seorang teman
menjelaskan bahwa bagaimanapun lebatnya hujan, tidak akan bisa menembus
atap alang ini, kecuali jika ada bagian yang bolong. Kemudian dinding
dari anyaman bambu menjadikan rumah lebih sejuk karena sirkulasi udara
lebih lancar. Tambahan informasi, rumah ini hanya memiliki satu pintu di
bagian depan.
Lanjut, kita diperkenalkan dengan sebuah bangunan yang lebih tinggi dari
Bale Tani, tapi bukanlah berfungsi utama sebagai rumah. Ya, inilah
Lumbung.
Lumbung inilah yang dijadikan logo Lombok sebenarnya. Bentuk atap
Lumbung banyak ditiru oleh bangunan-bangunan pemerintahan. Hampir
seluruh bangunan pemerintahan di Lombok mengikuti bentuk atap Lumbung
sebagai atap paling depannya, atau paling tidak gapura bangunan tersebut
berbentuk seperti Lumbung.
Lumbung ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan, dimana bagian
atapnya merupakan ruangan yang dapat dijadikan tempat menyimpan hasil
panen atau perabotan rumah tangga masyarakat. Di bagian bawahnya,
terdapat semacam serambi yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat,
atau sekedar duduk-duduk.
Perjalanan mengelilingi kampung kita lanjutkan, kali ini agak lebih ke
dalam, atau tepatnya semakin ke atas karena bentuk perkampungan ini
adalah menanjak ke atas. Di puncak paling atas, terdapat masjid.
Masyarakat Sade adalah masyarakat Islam, sehingga keberadaan masjid
adalah keharusan. Masjid di sinipun kembali menampilkan ciri khas suku
Sasak dengan beratapkan alang-alang dan kubahnya berupa setengah gentong
terbuat dari tanah, yang orang-orang di sini menyebutnya
Beke atau
Selau.
|
Masjid Kampung Adat Sade | Image by: Fazword |
Selesai dari atas, kita dapat kembali ke depan sambil mencari oleh-oleh
untuk dibeli. Oleh-oleh di sini ada banyak variasi, seperti dijelaskan
di awal bahwa juga ada banyak warga yang menjualnya. Paling utama adalah
kain khas Sasak. Di sini kita selain melihat yang sudah jadi dan siap
beli, juga dapat melihat proses pembuatannya karena semua kain di sini
adalah murni
Home Made langsung di rumah warga Sade.
Gulung benang adalah proses menggulung kapas menjadi benang siap pakai
untuk menenun. Benang-benang hasil gulungan tadi kemudian siap pakai,
entah itu setelah diwarnai ataupun murni benang putih.
|
Perkakas Menenun (Nyesek) | Image by: Fazword |
Proses menenun dalam masyarakat Sasak dikenal sebagai proses
Nyesek.
Nyesek dilakukan oleh perempuan yang masih perawan, artinya seseorang tidak boleh me-
Nyesek jika
ia telah menikah. Peralatan me-nyesek semuanya adalah perkakas
tradisional terbuat dari kayu tanpa sentuhan mesin sedikitpun. Setelah
di-
sesek, kain jadi akhirnya dapat dipasarkan atau dipakai oleh
si Penenun dan keluarganya. Hasil tenunan dapat berupa Songket, taplak
meja, selendang/syal, atau kain sarung.
|
Hasil tenunan masy. Sade | Image by: Fazword |
Bagi Anda yang ingin membeli kain tradisional di sini, dapat disesuaikan dengan selera juga
budget, karena beda jenis dan ukuran kain, beda juga harganya
. Biasanya
penjual yang kita tanyai akan memberikan harga awal dan sangat terbuka
akan tawaran dari sang pembeli. Di sinilah pembeli dapat menawar sesuai
harga yang diinginkannya, sampai tercapai kesepakatan harga.
Selain membeli kain tradisional, wisatawan juga dapat membeli
souvenir-souvenir seperti gantungan kunci, gelang, kalung, hiasan
dinding, topeng, patung, sampai miniatur rumah adat.
|
Souvenir (gelang, gantungan kunci, dsb) | Image by: Fazword |
|
Oleh-oleh desa Adat Sade | Image by: Fazword |
Harga yang ditawarkan bervariasi sesuai dengan tingkat kerumitan dan
bahan yang digunakan. Di antara souvenir-souvenir ini, Anda pasti akan
menjumpai gantungan kunci ataupun miniatur tokek. Untuk diketahui, Tokek
adalah lambang keberuntungan warga Sasak. Gantungan kunci biasanya
dibuat dari tanduk sapi/kerbau, kayu, bahkan dari kerang. Tentu saja
masing-masing memiliki keunggulan yang dapat menarik minat wisatawan
sekalian.
Selesai berbelanja, dan seluruh urusan telah selesai, kita dapat
mengakhiri trip budaya kali ini. Tapi, jika Anda ingin berbincang dengan
pemandu atau masyarakat sekitar juga bisa, karena mereka sangat
welcome terhadap keingintahuan kita akan budaya Sasak. Itulah salah satu keunggulan berwisata.
Jika telah selesai, pemandu akan membawa kita ke depan kampung dan
melepas kita dengan penuh senyum bahagia atas kunjungan kita ke
kampungnya. Jangan lupa ucapkan
terima kasih dalam bahasa Sasak yaitu
Matur Tampi Asih. Sang pemandu dan masyarakat akan menjawab
Sami Sami.
Sekian ulasan tentang Wisata Desa Adat Sade. Semoga kita terus menjadi generasi yang melestarikan budaya nenek moyang Sasak.
Terima Kasih
Salam Anak Sasak.
0 comments:
Posting Komentar